Dinkominfo-Pemerintah Kota Surabaya berkomitmen dalam penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Terbukti dengan berbagai Unit Pelayanan Terpadu (UPT) menangani berbagai masalah sosial di Kota Pahlawan.


Bertempat di kantor Bagian Humas saat press conference, Senin (25/4), Supomo, Kepala Dinas Sosial kota Surabaya mengatakan, Dinas Sosial memiliki berbagai  UPT seperti UPT  kusta Babat Jerawat, UPT anak berkebutuhan khusus Kalijudan, UPT lansia dan anak jalanan, dan Liponsos Keputih.
Menurut Supomo, pihaknya melakukan pemetaan penghuni liponsos psikotik yang akan sembuh. Ia mengaku, Dinas Sosial memberikan pelatihan seperti pelatihan keset dan mengajak rekreasi kepada penghuni Liponsos. Ia menambahkan, setiap bulan pihaknya menerima 60 psikotik yang akan direhabilitasi di Liponsos Keputih.
Supomo mengaku, beberapa penghuni yang sembuh dikembalikan kepada keluarga jika keluarga dapat diidentifikasi. Namun, beberapa penghuni Liponsos yang dikembalikan tidak jarang mendapat penolakan dari keluarga. Bagi penghuni yang diterima keluarga, pihak keluarga akan menandatangani berkas acara penerimaan.
Tercatat pada April 2016, sebanyak 1536 penyandang PMKS menghuni Liponsos Keputih dengan luas tanah 1600 meter persegi yang hanya berdaya tampung sekitar 700 orang. Menurut Supomo, walau overload, usia harapan hidup PMKS lebih panjang karena makanan yang disediakan higienis, makan teratur, dan jika sakit akan segera mendapat pengobatan rutin.
Masih menurut Supomo, peningkatan kualitas dan kuantitas terus dilakukan Dinas Sosial kota Surabaya. Penghuni yang berstatus psikotik diajarkan senam dan bercocok tanam setiap pagi.
Lebih lanjut Supomo mengatakan, terkait pengemis, para pengemis yang telah mendapat pelatihan dan permodalan. Namun, ada yang tidak mau alih profesi. Karena menurut Supomo mental pengemis sulit untuk diubah.
Sementara itu terkait lansia, mengingat keterbatasan daya tampung tidak semua lansia masuk grha werdha. Penanganan lansia berbasis masyarakat dilakukan untuk mengantisipasi penuhnya grha werdha.
Supomo menegaskan, liponsos bukan tempat untuk menghukum, melainkan untuk rehabilitasi sosial. Ia mencontohkan salah satu anak jalanan binaan mereka yang memiliki hobi ke perpustakaan. Di sela-sela seharian membaca buku, anak jalanan yang dulu kecanduan game online, kini berhasil menulis novel. Dinas Sosial telah memfasilitasi anak jalanan tersebut dengan penerbit. Dalam waktu dekat novel tersebut akan dicetak ribuan eksemplar.
Terkait anak berkebutuhan khusus, Supomo mengatakan, beberapa anak berkebutuhan khusus pandai dalam melukis. Usai lebaran tahun ini para anak berkebutuhan khusus akan menggelar pameran lukis di Jakarta. Supomo mengatakan, lukisan anak berkebutuhan khusus laku dijual hingga 40 juta per lukisan. (pri)